Minggu, 14 November 2010

TEOFILIN


Teofilin
(Bronchophylin, Bronsolvan, Bufabron, Euphylin, Retaphyl, Theobron)

A. NAMA OBAT
Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk pasien asma dan penyakit paru obstruktif yang kronik, namun tidak efektif untuk reaksi akut pada penyakit paru obstruktif kronik. Teofilin dapat meningkatkan risiko efek samping jika digunakan bersamaan dengan agonis reseptor beta, seperti munculnya hipokalemia.
Teofilin dimetabolisme oleh hati. Pada pasien perokok atau gangguan fungsi hati dapat menyebabkan perubahan kadar teofilin dalam darah. Kadar teofilin dalam darah dapat meningkat pada gagal jantung, sirosis, infeksi virus dan pasien lanjut usia. Kadar teofilin dapat menurun pada perokok, pengkonsumsi alkohol, dan obat-obatan yang meningkatkan metabolisme di hati.
Penggunaan teofilin harus lah berhati-hati karena batas keamanan dosis yang cukup sempit. Dosis terapi dapat dicapai pada kadar 10-20 mg/lt, namun efek samping juga sudah muncul pada kadar tersebut dan lebih berat lagi pada kadar diatas 20 mg/lt.
B. INDIKASI : obstruksi saluran nafas yang reversibel, serangan asma berat.
C. KONTRAINDIKASI : hati-hati penggunaan pada pasien dengan penyakti jantung, hipertensi, hipertiroid, ulkus lambung, epilepsi, lanjut usia, gangguan hati, kehamilan dan menyusui.
 Kehamilan : pada trimester ketiga berisiko bayi tidak bernafas.
 Menyusui : terdapat pada ASI, dapat muncul gejala iritabilitas pada bayi.
D. DOSIS : (Dosis tergantung juga dari tiap merk teofilin)
 Secara umum dosis 200-400 mg tiap 12 jam.
 Anak 6-12 tahun : 125-200 mg tiap 12 jam
 Anak 2-12 tahun : 9mg/kg setiap 12 jam (maksimal 200 mg)
E. SEDIAAN :
 Tablet/kapsul 125 mg, 130 mg, 150 mg, 250 mg, 300 mg
 Syrup 130 mg/15 ml, 150 mg/15 ml
F. INTERAKSI OBAT :
 Allupurinol : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
 Ketamine : meningkatkan risiko kejang
 Halotan : meningkatkan risiko artimia
 Adenosine : teofilin berlawanan efek dengan antiaritmia adenosine.
 Propafenon : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
 Azitromisin, isoniazid, claritromisin, eritromisin, ciprofloxacin, norfloxacin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
 Rifampisin : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
 Kuinolon : meningkatkan risiko kejang.
 Fluvoxamin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, teofilin dosis rendah masih dapat digunakan dengan pemantauan kadar teofilin dalam darah.
 Carbamazepine, pirimidone : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
 Fenitoin : kadar keduanya menurun.
 Fluconazole, ketokonazole : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
 Ritonavir : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
 Benzodiazepin : teofilin menurunkan efek benzodiazepine.
 Barbiturate : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
 Diltiazem, verapamil : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, meningkatkan efek teofilin.
 Kortikosteroid : meningkatkan risiko hipokalemia.
 Metotrexate : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
 Disulfiram : meningkatakan risiko toksisitas dari teofilin.
 Acetazolamide : meningkatkan risiko hipokalemia.
 Doxapram : meningkatkan efek rangsangan terhadap saraf pusat.
 Interferon : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadarnya dalam darah. Zafirlukast : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
 Litium : teofilin meningkatkan sekresi litium sehingga menurunkan kadar litium dalam darah.
 Estrogen : menurunkan ekskresi teofilin sehingga meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
 Pentoxifilin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
 Sulfinpirazone : menurunkan kadar teofilin dalam darah.
 Simpatomimetik : pabrik pembuat teofilin tidak menganjurkan penggunaan bersamaan dengan efedrin terutama pada anak-anak.
 Simetidin : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
 Sukralfat : menghambat penyerapan teofilin, minum dengan jarak 2 jam satu sama lain.
 Vaksin : vaksin influenza meningkatkan kadar teofilin.
G. EFEK SAMPING :
Denyut jantung meningkat, berdebar-debar, mual-muntah, gangguan saluran cerna lainnya, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan irama jantung, kejang.
H. PERAN PERAWAT
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.
Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
Prinsip Enam Benar
1. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.


3. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !
4. Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1) Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2) Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5. Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat
Dalam menyimpan obat harus diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :
1) Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria disimpan di tempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), vaksin tifoid antara 2 - 10°C, vaksin cacar air harus < 5°C. 2) Posisi, pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan terkunci. 3) Kedaluwarsa, dapat dihindari dengan cara rotasi stok, dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan. Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet menjadi basah / bentuknya rusak. Kesalahan Pemberian Obat Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah. Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.

Senin, 01 November 2010

TEOFILIN


Teofilin

 (Bronchophylin, Bronsolvan, Bufabron, Euphylin, Retaphyl, Theobron)

Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk pasien asma dan penyakit paru obstruktif yang kronik, namun tidak efektif untuk reaksi akut pada penyakit paru obstruktif kronik. Teofilin dapat meningkatkan risiko efek samping jika digunakan bersamaan dengan agonis reseptor beta, seperti munculnya hipokalemia.
Teofilin dimetabolisme oleh hati. Pada pasien perokok atau gangguan fungsi hati dapat menyebabkan perubahan kadar teofilin dalam darah. Kadar teofilin dalam darah dapat meningkat pada gagal jantung, sirosis, infeksi virus dan pasien lanjut usia. Kadar teofilin dapat menurun pada perokok, pengkonsumsi alkohol, dan obat-obatan yang meningkatkan metabolisme di hati.
Penggunaan teofilin harus lah berhati-hati karena batas keamanan dosis yang cukup sempit. Dosis terapi dapat dicapai pada kadar 10-20 mg/lt, namun efek samping juga sudah muncul pada kadar tersebut dan lebih berat lagi pada kadar diatas 20 mg/lt.
1.      Indikasi     : obstruksi saluran nafas yang reversibel, serangan asma berat.
2.      Kontraindikasi     : hati-hati penggunaan pada pasien dengan penyakti jantung, hipertensi, hipertiroid, ulkus lambung, epilepsi, lanjut usia, gangguan hati, kehamilan dan menyusui.
Kehamilan : pada trimester ketiga berisiko bayi tidak bernafas.
Menyusui : terdapat pada ASI, dapat muncul gejala iritabilitas pada bayi.
3.      Dosis :  (Dosis tergantung juga dari tiap merk teofilin)
Secara umum dosis 200-400 mg tiap 12 jam.
Anak 6-12 tahun : 125-200 mg tiap 12 jam
Anak 2-12 tahun : 9mg/kg setiap 12 jam (maksimal 200 mg)
4.      Sediaan      :
Tablet/kapsul 125 mg, 130 mg, 150 mg, 250 mg, 300 mg
Syrup 130 mg/15 ml, 150 mg/15 ml
5.      Interaksi obat :
·  Allupurinol : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
·  Ketamine : meningkatkan risiko kejang
·  Halotan : meningkatkan risiko artimia
·  Adenosine : teofilin berlawanan efek dengan antiaritmia adenosine.
·  Propafenon : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
·  Azitromisin, isoniazid, claritromisin, eritromisin, ciprofloxacin, norfloxacin
: meningkatkan kadar teofilin dalam darah
·  Rifampisin : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
·  Kuinolon : meningkatkan risiko kejang.
·  Fluvoxamin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, teofilin dosis rendah masih dapat digunakan dengan pemantauan kadar teofilin dalam darah.
·  Carbamazepine, pirimidone : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
·  Fenitoin : kadar keduanya menurun.
·  Fluconazole, ketokonazole : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
·   Ritonavir : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
·  Benzodiazepin : teofilin menurunkan efek benzodiazepine.
·  Barbiturate : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
·  Diltiazem, verapamil : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, meningkatkan efek teofilin.
·  Kortikosteroid : meningkatkan risiko hipokalemia.
·  Metotrexate : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
·  Disulfiram : meningkatakan risiko toksisitas dari teofilin.
·  Acetazolamide : meningkatkan risiko hipokalemia.
·  Doxapram : meningkatkan efek rangsangan terhadap saraf pusat.
·  Interferon : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadarnya dalam darah.
·  Zafirlukast : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
·  Litium : teofilin meningkatkan sekresi litium sehingga menurunkan kadar litium dalam darah.
·  Estrogen : menurunkan ekskresi teofilin sehingga meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
·  Pentoxifilin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
·  Sulfinpirazone : menurunkan kadar teofilin dalam darah.
·  Simpatomimetik : pabrik pembuat teofilin tidak menganjurkan penggunaan bersamaan dengan efedrin terutama pada anak-anak.
·  Simetidin : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
·  Sukralfat : menghambat penyerapan teofilin, minum dengan jarak 2 jam satu sama lain.
·  Vaksin : vaksin influenza meningkatkan kadar teofilin.
6.      Efek Samping      :
Denyut jantung meningkat, berdebar-debar, mual-muntah, gangguan saluran cerna lainnya, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan irama jantung, kejang.